Sendang Lego salah satu Saksi Zaman Penjajahan di Desa Mojodelik |
Gayam (Bojonegoro) - Bagi warga Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur keberadaan Sendang Lego lebih
hanya sekadar tempat sumber mata air. Sendang ini menyimpan cerita
heroik pada saat zaman penjajahan Belanda. Sendang Lego termasuk salah
satu tempat yang dianggap sakral dan terus dijaga kelestariannya oleh
warga desa setempat.Dalam bahasa Jawa Sendang berartikan sumber mata
mata air. Sedangkan Lego berartikan lapang atau luas.
Juru Kunci Sendang Lego, Sukirman menuturkan ada makna filosofis dibalik nama Sendang Lego. Dia mengisahkan, pada zaman penjajahan Belanda sendang tersebut dijadikan tempat pengungsian warga untuk mengindari kejaran bala tentara Belanda yang ingin menindas kaum pribumi. Konon ketika masyarakat mengungsi ke Sendang Lego, tentara belanda kesulitan mencarinya. Tak terhitung berapa jumlahnya, sendang yang berdekatan dengan proyek Lapangan Banyuurip, Blok Cepu ini mampu menampung sekaligus mengamankan penduduk pribumi masyarakat Desa Mojodelik dari kejaran tentara Belanda.
“Anehnya, sendang itu terasa lapang dan luas. Berapapun masyarakat yang ikut sembunyi di sendang ini selalu cukup. Sejak saat itu masyarakat menyebutnya Sendang Lego,”tuturnya
Nuansa disekitar sendang legi masih
alami. Airnya pun cukup jernih. Dari permukaan terlihat ikan-ikan kecil
berenang kesana kemari. Seakan sedang meminta agar tetap dilestarikan.
Bagi masyarakat Desa Mojodelik tak ubahnya sebuah cagar budaya.
Bahkan mega proyek industri migas Blok
Cepu pun tak dapat mengusiknya. Kebetulan Sendang Lego ini berdekatan
proyek andalan nasional ini. Keberadaan Sendang Lego sempat terancam
tergusur bersama sendang – sendang lain karena tercakup dalam proyek
konstruksi EPC – 5 Lapangan Banyuurip.
Ada delapan sendang yang harus ditutup demi kepentingan proyek itu. Delapan sendang itu adalah sendang Lego, Gempol 1, Gempol 2, Pelem 1, Pelem 2, Putat, Pasinan dan Ngampel.
Ada delapan sendang yang harus ditutup demi kepentingan proyek itu. Delapan sendang itu adalah sendang Lego, Gempol 1, Gempol 2, Pelem 1, Pelem 2, Putat, Pasinan dan Ngampel.
Namun rencana penutupan sendang – sendang tersebut mendapat penolakan dari warga. Selain sebagai tempat keramat, keberadaan sendang dapat membantu warga untuk mendapat pasokan air bersih. Kemudian pemerintah desa dengan perusahaan menyiasatinya dengan merelokasi dalam satu sendang. Untuk ke tujuh sendang akhirnya harus ditutup dan direlokasi menjadi satu ke Sendang Lego. Relokasi sendang ini telah diserah terimakan oleh operator migas Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) pada, Jum’at (22/2/2013).
“Danyange (penunggu-nya) tidak mau jika Sendang Lego ditutup,”ujar Sukirman yang mengaku telah melakukan interaksi dengan sang Danyang.
Hingga kini masyarakat desa setempat terus menjaga kelestariannya. Setiap satu tahun sekali warga menggelar ritual sedekah bumi. Sendang Lego seolah tak mau terusik dengan deras moderniasi dan industrialisasi. Bahkan, bagi sebagian masyarakat meyakini Sendang Lego dapat membantu mengabulkan sebuah hajat yang diinginkan. Mulai dari Jodoh, pekerjaan, maupun jabatan. Sukirman menceritakan, selain dari masyarakat sekitar Desa Mojodelik, tidak sedikit pula yang berasal dari luar datang ke Sendang Lego.
“Kenyataannya memang demikian, ya mau bagaimana lagi,” ungkap Sukirman.
Tak sedikit yang berharap Keberadaan Sendang Lego dapat dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata desa sekitar proyek Banyuuripo dengan tujuan edukasi tentang sejarah. Sendang Lego memberikan pelajaran bahwasanya keberadaan industri tidak serta menggeser nilai budaya local. Industri, alam, dan kehidupan social masyarakat terdampak bisa saling sinergi.
Pemerintah dapat memfasilitasinya dengan membangun tempat yang dikemas secara natural. Selain itu juga mendorong terbukanya peluang ekonomi bagi masyarakat setempat. Aneka sajian kuliner khas warga local, UKM, industri kreatif, dapat dihadirkan sebagai bagian dari destinasi wisata desa.
0 komentar:
Posting Komentar